Selasa, 11 Januari 2011

Kisruh LPI


      LPI atau Liga Pimer Indonesia adalah kompetisi sepak bola nasional yang dibuat untuk memperbaiki iklim kompetisi dengan tidak menggunakan APBD untuk membiayai keuangan klub,  akhir-akhir ini banyak orang-orang awam yang bertanya-tanya tentang LPI ini.  Sebagai Contoh pertanyaan yang sering gue dengar  “apasih LPI itu?”. Berawal dari keinginan manajer persebaya Surabaya Saleh Mukadar yang kecew
a terhadap pssi yang dia anggap berkonspirasi terhadap jatuhnya Persebaya Surabaya dari pentas ISL ke Divisi utama liga Indonesia, dan adanya upaya “mempertahankan” Pelita Jaya Purwakarta untuk tetap berada di ISL padahal posisinya sudah jelas adalah degradasi, Pelita Jaya adalah klub yang dimiliki Nirwan Bakrie pengusaha yang juga pentolan dalam jajaran PSSI.
     Saat itu Saleh Mukadar sudah sangat muak dengan segala kekotoran yang ada di dalam tubuh PSSI, akhirnya beliau merencanakan untuk mendirikan liga tandingan yang bernama LPI. Bisa dibilang, LPI adalah kompetisi yang akan memberikan contoh bagaimana menjalankan kompetisi yang baik, jadwal yang teratur, manejemen klub. Saat itu sih gue nganggepnya LPI cuma sekedar ancaman, di benak gue bertanya: mana bisa liga yang dibuat untuk menyaingi pssi selaku induk sepak bola akan diakui? Seiring berjalannya waktu, isu pembuatan LPI itu hilang, tapi muncul lagi sekitar bulan oktober tahun 2010 lalu tentang pendeklarasian atas setujunya klub-klub ISL untuk bergabung. Masing-masing perwakilan klub datang ke pendeklarasian LPI ini termasuk klub dari ibu kota “Persija Jakarta”. 

     Namun pada akhirnya klub-klub ISL tak masuk dalam daftar klub LPI. Setiap klub yang mendaftarkan diri di LPI saat ini adalah klub-klub baru dan merupakan klub pecahan dari setiap klub yang ada disini sebagai contoh Solo FC yang berasal dari Persis Solo, dan Bandung Raya dari persib Bandung. Kecuali Persema, persebaya, Psm, dan Persibo yang bukan klub pecahan dari kotanya karena mereka sudah berdiri sebelumnya dan mengundurkan diri dari ajang ISL ke LPI di tengah kompetisi. Tak cuma itu, satu bulan sebelum LPI dimulai. Banyak informasi yang berkembang bahwa klub-klub peserta LPI mengincar sejumlah pemain-pemain tenar eropa yang sudah mulai dimakan usia dan sudah menurun popularitasnya seperti Robbie Fowler, Diego Tristan dan Nicky Butt.

     Rupanya tidak main-main dan bukan isapan jempol LPI ini. Namun nama Saleh Mukadar tak terdengar lagi, justru muncul nama Arifin Panigoro seorang pengusaha yang berjanji sebagai pembiaya jalannya kompetisi LPI ini. Mungkin masyarakat pecinta sepak bola nasional yang juga sakit hati atas PSSI dibawah pimpinan Nurdin Halid akan mendukung berdirinya LPI ini dikarenakan faktor yang sama terhadap pendiri LPI ini yaitu rasa sakit hati akan PSSI. Ingat kita mendukung LPI ini “hanya” karenha faktor sakit hati terhadap PSSI. Bisakah kita percaya terhadap Arifin Panigoro sebagai pemegang jalannya LPI? Pengalaman apa yang beliau punya? Sampai kapankah LPI akan berdiri? Jangan-jangan LPI hanya berjalan satu tahun dan bubar setelah Nurdin Halid sudah lengser dari jabatannya dan orang-orang petinggi LPI banyak yang beralih ke PSSI dan merebutkan kursi ketua umum.

     LPI mempunyai banyak tugas yang berat jika ingin memberikan contoh kepada ISL tentang kompetisi yang baik. Salah satunya: jika selama ini faktor suporter yang sering rusuh di ISL dan mencoreng nama ISL maka di LPI kerusuhan supporter harus tidak ada, karena jika ini tetap ada maka LPI tidak ubahnya ISL, lalu masalah kepemimpinan wasit yang sering dipertanyakan, penggajian pemain yang sering terlambat di ISL masih banyak lagi masalah-masalah di ISL yang harus dibenahi LPI jika ingin memberikan contoh kepada ISL.

     Yang paling vital adalah status kompetisi ini, apakah legal? Jawabannya pasti tidak, PSSI sudah dengan sangat lantang menyatakan ini. Kompetisi sepak bola yang legal adalah kompetisi yang diakui PSSI sebagai badan otoritas sepak bola yang bernaung di bawah AFC dan FIFA. FIFA pun sudah memberikan pernyataan terhadap adanya LPI ini bahwa mereka tidak mengakui adanya kompetisi ini. Lalu untuk apa FIFA dibawa-bawa, apa urusannya FIFA? Setiap nama pemain yang bermain di klub yang bermain di kompetisi legal, legal dalam artian diakui FIFA. Nama pemain itu akan tercatat dalam FIFA. Jika pemain itu terpanggil dalam Timnas suatu negara, maka FIFA selaku penyelenggara dan pemberi izin suatu pertandingan Internasional sudah mengantungi nama pemain yang yang dipanggil Timnas itu. Jika pemain itu tidak terdaftar maka pemain itu dianggap pemain dari klub amatiran yang tidak jelas asal-usulnya dan bukan datang dari kompetisi professional.

     Kita bisa melihat pemain-pemain yang ada di LPI bisa dibilang adalah pemain-pemain yang “asal comot”. Berbeda dengan ISL yang pemain-pemainnya sudah tersaringi dengan baik dengan adanya kompetisi divisi 3-divisi utama dan akhirnya bisa masuk ke sebuah klub yang bermain di kasta tertinggi yaitu Indonesia Super league atau ISL. Dalam suatu harian kabar gue pernah baca bahwa pemain yang ada di salah satu klub LPI bukan merupakan pemain sepak bola, klub itu akan menggunakan jasa-jasa militer bukan pemain sepak bola murni untuk membela klub yang mereka daftarkan ke LPI. Sudah terbayang secara kasar bagaimana kualitas LPI ini. Walupun ada nama-nama besar yang ada di LPI seperti Irfan Bachdim dan Kim Jefrey Kurniawan mereka hanyalah segelintir pemain berkualitas di kompetisi ini. Namun walaupun sudah diketahui kualitasnya, Irfan Bachdim memang akan sulit untuk dipanggil Timnas karena bukan bermain di kompetisi yang legal, jadi percuma punya skill yang bagus tapi tak pernah membela Timnas dan hanya bermain sepak bola di regional lokal karena status mereka, mau jadi jago kandang?  Percuma kan? hehehe

Oleh : Muhammad Robbani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar